*Catatan Harian Seorang Suami*
Biasanya menjelang maghrib aku sudah sampai di rumah. Namun hari ini, selepas Isya aku baru pulang dan tiba di rumah sekitar jam sembilan malam. Daffa, anak pertamaku yang baru kelas tiga SD membukakan pintu untukku. “Aku diminta ibu untuk menunggu ayah pulang agar bisa membukakan pintu”, kata anakku. “Terimakasih Nak, kau baik sekali. Sekarang engkau tidur ya, bareng adik di kamar”, jawabku. Ia mengangguk dan segera masuk kamar.
Aku segera masuk ke kamarku. Sejenak aku tertegun menatap isteriku. Ia tertidur kelelahan, di samping si bungsu yang juga sudah pulas. Aku perhatikan wajah isteriku, tidak tega aku untuk membangunkannya. Tentu ia sangat lelah mengurus tiga anakku yang masih kecil-kecil. Biarlah ia istirahat. Aku juga lelah karena seharian bekerja, namun rasanya aku harus lebih kuat. Aku pemimpin keluarga ini, tidak layak aku bersikap manja ketika di rumah. Aku bisa menyiapkan keperluan makan malam sendiri.
Aku beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Namun aku terkejut ketika membuka penutup yang ada di atas meja makan, ternyata telah tersedia sayur dan lauk pauk. Pasti isteriku telah menyiapkannya untukku sebelum dia tertidur karena kelelahan.
Aku beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Namun aku terkejut ketika membuka penutup yang ada di atas meja makan, ternyata telah tersedia sayur dan lauk pauk. Pasti isteriku telah menyiapkannya untukku sebelum dia tertidur karena kelelahan.
Sambil menyantap makan malam aku membayangkan betapa banyak kebaikan isteriku. Ia telah menjaga dan menamani ketiga anakku setiap hari. Ia menjemput dua anakku sepulang dari sekolah di SD dan TK. Ia masih menyusui anak balitaku yang baru berusia setahun. Ketika malam ini ia kelelahan mengurus si bungsu yang masih kecil, mungkin ia sudah merasa akan ketiduran, maka ia memberi tugas anak pertama agar menunggu kepulanganku sehingga bisa membukakan pintu. Kesediaan Daffa untuk menunggu sampai aku pulang dan membukakan pintu, itu juga buah dari pendidikan dan pengajaran yang dilakukannya kepada anak-anak di rumah. Bahkan ternyata ia juga masih sempat menyiapkan keperluan makan malamku.
Kalaupun saat ini ia tertidur dan tidak menemani bersamaku makan malam, itu karena aku tidak tega untuk membangunkannya. Menurutku, ia berhak untuk istirahat lebih banyak. Besok pagi ia akan bangun pagi-pagi, lebih pagi dari aku, untuk menyiapkan keperluan dapur dan menyiapkan anak-anak untuk sekolah. Sungguh, kebaikannya amat sangat banyak.
Selesai menyantap makan malam, aku segera ke kamar mandi untuk bersih diri. Setelah itu aku kembali masuk ke kamar, melihat wajah isteriku yang tertidur sangat pulas. Aku memegang keningnya, dengan lembut aku berdoa, “Ya Allah, berikan kebahagiaan baginya di dunia dan kelak di akhirat. Sungguh, ia telah membahagiakan aku dengan berbagai kebaikan yang ia lakukan setiap saat. Hanya Engkau yang bisa memberikan balasan berlipat”.
By : Pak Cahyadi Takariawan .
0 KOMENTAR